Entri yang Diunggulkan

Bahan Perlindungan Konsumen

TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN KELALAIAN Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, y...

Kamis, 16 November 2017

Bahan Perlindungan Konsumen

TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN KELALAIAN

Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada konsumen

Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian)

TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN WANPRESTASI

tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya. 

Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. 

Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :


  • Pembatasan waktu gugatan.
  • Persyaratan pemberitahuan.
  • Kemungkinan adanya bantahan.
  • Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal maupun vertikal.

TANGGUNG JAWAB MUTLAK

sas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran. 

Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya. 

Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL

Profesional Liability menurut Komar Kantaatmadja, tanggung jawab profesional (profesional liability) merupakan tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungannya dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien . 

Sejalan dengan tanggung jawab produk, tanggung jawab profesional ini timbul karena para penyedia jasa profesional tidak memenuhi perjanjian yang disepakati dengan klien atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut yang mengakibatkan terjadinya kerugian / perbuatan melawan hukum.

TANGGUNG JAWAB PRODUK

Secara perdata tanggung jawab produk (product liability) merupakan tanggung jawab dari produsen dan pihak-pihak yang menyalurkannya untuk membayar ganti kerugian secara tanggung renteng seluruhnya. 

Tanggung jawab ini juga bersifat mutlak atau tanggung jawab tanpa kesalahan (liability without fault). Pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara jelas mengatur: “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

EKSPRES WARANTY

Adalah warranty yang dinyatakan dalam polis dengan menyebutkan bahwa formulir permintaan asuransi merupakan dasar perjanjian dan formulir tersebut berisi keterangan atau jawaban yang benar atau menurut pengetahuan dan keyakinan tertanggung benar.

Implied Warranty
Dalam asuransi marine terdapat apa yang disebut dengan implied warranty bahwa kapal itu dalam kondisi laik laut dan semuanya memenuhi ketentuan (MIA 1906). Secara umum implied warranty tidak terdapat dalam jenis asuransi lain selain asuransi marine

atau

IMPLIES WARANTY

implied warranty atau jaminan tersirat maksudnya adalah jaminan yang tidak tertulis dalam surat jaminan tetapi berdasarkan pemahaman umum atas apa yang diharapkan dari suatu jaminan dianggap ada. 


Seperti contoh di atas misalnya, jaminan fitness dan merchantability tidak tertulis dalam surat jaminan, tapi berdasarkan pemahaman pada umumnya termasuk dalam jaminan. Kalimat di atas menyatakan bahwa semua jaminan tersirat termasuk namun tidak terbatas pada fitness dan merchantability adalah terbatas sifatnya, jadi yang dijamin hanya untuk aspek-aspek tertentu saja, tidak mencakup segala hal. Semoga nggak tambah bingung :)

Senin, 06 November 2017

Hukum Jual beli Perusahaan " Dasar Hukum LC "

Ketentuan Tentang L/C
Ø  UCP 600 yang disiapkan oleh International Chamber of Commerce (ICC) Komisi Teknik Perbankan dan Praktek. 
Ø  Nama lengkapnya adalah: Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 2007, UCP 600 (ICC Publication No. 600).   
Ø  Komisi ICC pada Teknik Perbankan dan Praktek menyetujui  UCP 600 pada tanggal 25 Oktober 2006. 
Ø  Aturan ini berlaku efektif sejak 1 Juli 2007

Ada beberapa perbedaan signifikan antara UCP 600 dan UCP 500. Beberapa perbedaan ini adalah sebagai berikut:
Ø  Jumlah artikel berkurang 49-39 di UCP 600;
Ø  Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu dua artikel baru telah ditambahkan ke UCP 600. Artikel baru ditambahkan adalah Pasal 2 "Definisi" dan Pasal 3 "Penafsiran". Artikel ini membawa lebih banyak kejelasan; 
Ø  Penjelasan definitif negosiasi sebagai "pembelian" dari draf dokumen;
Ø  Ketentuan baru, yang memungkinkan untuk pendiskontoan kredit pembayaran ditangguhkan; Penggantian frase "waktu yang wajar" untuk penerimaan atau penolakan dokumen dengan jangka waktu maksimal lima hari perbankan

 History Of UCP
Dipublikasikan oleh  ICC in 1933.  Direvisi berturut-turut tahun 1951, 1962, 1974, 1983 and 1993. 
Ø  1933 – Uniform Customs and Practice for Commercial Documentary Credits
Ø  1951 Revision - Uniform Customs and Practice for Commercial Documentary Credits
Ø  1962 Revision - Uniform Customs and Practice for Documentary Credits
Ø  1974 Revision – Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 
Ø  1983 Revision – Uniform Customs and Practice for Documentary Credits
Ø  1993 Revision – Uniform Customs and Practice for Documentary Credits 
Ø  Terakhir adalah- 2007 Revision  - Uniform Customs and Practice for Documentary Credits

Dasar Hukum Pemberlakuan L/C di Indonesia:
Ø  >Peraturan Pemerintah No.16 tahun 197 jo Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982. tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa 
Ø  PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR :  5/11 /PBI/2003 TENTANG PEMBAYARAN TRANSAKSI IMPOR,  
Ø  Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 yang mengatur mengenai penunnukan L / C pada UCP yang berlaku. (UCPDC 500 yang mulai berlaku 1 Januari 1994 dan kemudian ICC Banking Commissión menyetujui perubahan aturan untuk documentary credit maka secara efektif pada tanggal 1 Juli 2007 berlaku UCP- 600 sampai sekarang).
Ø  Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/3/2015 Tentang Ketentuan Khusus Pelaksanaan Penggunaan Letter of Credit (L/C) untuk Ekspor Barang Tertentu.

Hukum Jual Beli Perusahaan " Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perusahaan

Cara Pembayaran Dalam Jual Beli Perusahaan

Advance Payment (Pembayaran di muka)
>Pembeli Membayar Terlebih Dahulu Harga barang sebelum barang dikirimkan/diterima

JENISNYA

Payment With Order 
>Dana  yang dikirim/ditransfer adalah harga barang, ongkos angkut, asuransi dan semua biaya yang sudah disepakati. Pada saat barang diterima tidak ada tagihan berikutnya.

Partial Payment With Order
>Pembeli  (Importir) Hanya Akan Membayar Harga Barang Saja , Sedangkan Biaya Lainnya Akan Ditagih Setelah Barang Diterima.
Partial

Payment on Document
>Pembeli akan mengirimkan uang terlebih dahulu kepada penjual , akan tetapi pencairan uang baru dapat dilakukan apabila dokumen pengangkutan telah diserahkan.

Risiko dalam Advance Payment
Ø  Barang yang Terima Tidak Sesuai mutu dan spesifikasinya dengan kontrak. 
Ø  Pengiriman Barang Kemungkinan Terlambat (Kesempatan Pemasaran akan terganggu)
Ø  Penjual Tidak Mengirimkan Barang.

Open Payment (Pembayaran Kemudian)
>Pembeli Menerima Barang Terlebih Dahulu, Baru kemudian Membayar Harga Barang.

Risiko Dalam Open Payment
Ø  Pembeli Tidak Membayar Harga Barang.
Ø  Pembeli Terlambat Membayar Harga.
Ø  Pembeli Membayar Tidak Dengan Cara yang Diperjanjikan.

Konsinyasi
> Penjual menerima barang kemudian Membayar Harga Kepada pihak Penjual. Tetapi pembayaran baru dilakukan Setelah Barangnya Laku Dijual

Risiko dalam Konsinyasi
Ø  Pembeli Tidak Membayar Harga Barang, Walaupun Barang Telah Terjual
Ø  Pembeli Terlambat Membayar Harga.
Ø  Pembeli Membayar Tidak Dengan Cara yang Diperjanjikan.

Jasa Bonded Warehouse
Ø  Barang ditempatkan di BH
Ø  Pembeli Dapat Melihat Barang di BH
Ø  Membayar Harga Barang (via Bank) 
Ø  Penjual Menerima Uang dan Mengeluarkan Instruksi Pemesanan Barang (Delivery Instruction)

Jasa Bonded Warehouse
Ø  Penjual Mengirimkan DI
Ø  Pembeli Menerima DI dan membawanya ke BH
Ø  BH Mengeluarkan Barang

 Collection
>Pembayaran dengan Menggunakan Surat Tagihan – Bill of Exchange (BOE)/ Wesel




Pihak-pihak Yang Terlibat
Ø  Principal/ Penjual (Pihak yang meminta/mempercayakan Collection kepada Bank)
Ø  Remitting Bank (Bank Yang Diminta/Dipercayakan Melaksanakan Collection)
Ø  Collecting Bank (Bank Yang Berhubungan Langsung Dengan Pembeli (drawee)
Ø  Drawee (Pihak Yang Menerima/Membayar Collection/pembeli).



quiz
1. Irrevocable
2. Revolving LC
3. B
4. S
5. S
6. Remitting Bank
7. Payment With Dokumen
8. S
9. ID
10. Konsinyasi


Hukum Jual Beli Perusahaan " L/C "

Jenis Letter of Credit
(L/C)

Irrecovable dan Revocable Letter of Credit

Irrevocable Letter of Credit
> yang tidak dapat di ubah atau di batalkan secara sepihak

Revocable Letter of Credit
>yang sewaktu-waktu dapat di ubah atau di batalkan secara sepihak. Pada kenyataannya jenis L/C ini jarang di gunakan, karena tidak ada jaminan kepada keuda belah pihak

Confirm Letter of Credit
> Letter of Credit yang di jamin oleh 2 bank, yaitu opening bank dan confirming bank

Transferable Letter of Credit
> Letter of Credit yang memerikan hak kepada eksportir untuk memindahkan sebagian atau seluruh nilai L/C kepada suatu atau beberapa pihak lain
> Hal ini terjadi dimana pihak beneficiary (Penjual) harus membeli barang terlebih dahulu kepada pihak ketiga, tetapi yang bersangkutan tidak mempunyai cukup dana, Agar perdagangan ini tetap bisa terlaksana, beneficiary meminta importir membuka transferable L/C.
> Dengan dasar tersebut beneficiary meminta advising bank memindahkan untuk kepentingan pihak ketiga yang merupakan second beneficiary
> Syarat dan kondisi seluruhnya sama kecuali jumlah L./C, Harga satuan jangka waktu L/C, jangan waktu pengiriman.

Back to Back Letter of Credit
> Pada prinsipnya sama dengan Transferable L/C, di mana beneficiary bukan merupakan eksportior sesungguhnya, tetapi pihak ketiga.
> Beneficiary tidak meminta untuk membuka transferable L/C tetapi yang di buka adalah L./C biasa.
> Setelah beneficiary meniram L/C kemudian beneficiary datang kepada advising  dan meminta dibukakan L/C baru untuk kepenctingan pihak ketiga yang merupakan produsen atau penjual sebenarnya.

Revolving Letter of Credit
> Revolving L/C  Adalah Letter of Credit yang penggunaannya dapat dilakukan secara berulang-ulang. Biasanya digunakan untuk pengiriman barang yang bertahan atau parsial

 Revolving L/C terbagi 2
 Revolving L/C Commulative
 Revolving L/C non Commulative

SEGI PEMBAYARAN

Sight L/C
> yaitu L/C yang jika semua persyaratan di penuhi, maka negotiating bang wajib membayar nominal l/c kepada eksportir paling lama 7 hari kerja.

Usance L/C
> yaitu L/C yang pembayarannya baru dapat di lunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo sekian hari dari tanggal pengapalan.

Red Clause L/C
>dimana pembayaran di lakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang di kapalkan.

Clean L/C
>L/C yang dapat di cairkan dananya dengan penyerahan wesel atau hanya kuitansi biasa. L/C ini tidak membutuhkan penyerahan dokumen pengapalan seperti Bill of Lading dan lain sebagainya


Stand-By L/C
biasanya di gunakan untuk keperluan sebagai berikut:

Ø  Menjamin pembayaran harga barang kepada penjual apabila pembeli ternyata tidak membayar sebagaimana mestinya.
Ø  Misalnya saja dalam hal transaksi jual beli di lakukan atas dasar oppen account atau pembayaran kemudian

Keunggulan Letter Of Credit
Ø  Mempermudah lalu lintas pembayaran
Ø  Mengamankan dana yang disediakan importir untuk melunasi kewajibannya
Ø  Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan

Keuntungan  L/C bagi importir (Pembeli)
Ø  Kepastian pembayaran dan menghindari risiko. Sekalipun Eksportir tidak mengenal Importir
Ø  Penguangan dokumen dapat langsung di lakukan apabila barang sudah di kapalkan
Ø  Biaya yang di pungut untuk negosiasi dokumen relatif kecil
Ø  Terhindar dari risiko pembatasan transfer valuta
Ø  Kemungkinan memperoleh uang muka atau kredit tanpa bunga bila importir bersedia membuka L/C dengan syarat " Red Clause"

Keuntungan L/C bagi Importir
Ø  Pembukaan L/C dapat diartikan bahwa Opening Bank meminjamkan nama baik dan reputasinya kepada importir sehingga dapat dipercayai oleh eksportir. Eksportir yakin bahwa barang yang akan dikirimkan pasti akan dibayar. 
Ø  L/C merupakan jaminan bagi importir, bahwa dokumen atas barang yang dipesan akan diterimanya dalam keadaan lengkap dan utuh, karena akan diteliti oleh bank yang sudah mempunyai keahlian dalam hal itu. 
Ø  Importir dapat mencantumkan syarat-syarat untuk pengamanan yang pasti akan dipatuhi oleh eksportir agar dapat menarik uang dari L/C yang tersedia.


Jumat, 03 November 2017

Praktek Perundang Undangan dan Kontrak

1.   Sebutkan dan jelaskan secara singkat struktur atau sistematika Naskah Akademik ?
-JUDUL
-KATA PENGANTAR
-DAFTAR ISI
-BAB I PENDAHULUAN
-BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
-BAB III  EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT
-BAB IV  LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
-BAB V  JANGKAUAN,  ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG,  PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH  KABUPATEN/KOTA
-BAB VI PENUTUP
-DAFTAR PUSTAKA
-LAMPIRAN:  RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian

Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu

Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut

Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut. 
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai    alasan pembentukan  Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah

Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.

BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS  PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundangundangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Undang-Undang dan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, termasuk Peraturan Perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan UndangUndang atau Peraturan Daerah yang baru.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk  mempertimbangkan  pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang  menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Landasan Yuridis
Landasan  yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hokum.

BAB V
JANGKAUAN,  ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:
A. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa;
B. materi yang akan diatur;
C. ketentuan sanksi; dan
D. ketentuan peralihan.

BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.

A.   Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.

B.   Saran
Saran memuat antara lain:
1.  Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan Perundangundangan di bawahnya.
2.  Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan Rancangan Undang-Undang/Rancangan Peraturan Daerah dalam Program Legislasi Nasional/Program Legislasi Daerah.
3.  Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundangundangan, dan jurnal yang menjadi sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Jawaban Lain

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang penyusunan berisi tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga sangat penting dan mendesak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam latar belakang ini adalah aspek ideologis, politis, budaya, sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan (ekspoleksosbud hankam).

B. Tujuan
Tujuan penyusunan merupakan hasil yang diharapkan dengan diaturnya suatu masalah atau urusan dalam peraturan perundang-undangan.

C. Metode
Bagaimana cara penyusunan naskah akademik ini (riset normatif dan riset sosiologis)

BAB II
TELAAH AKADEMIK

Kajian Filosofis
Dalam bagian ini diuraikan landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan.

Kajian Yuridis
Dalam bagian ini diuraikan landasan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan lain untuk memberi kewenangan (bevoegdheid) bagi suatu instansi membuat aturan tertentu dan dasar hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur.

Kajian Politis
Dalam bagian ini diuraikan kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan.

Kajian Sosiologis
Dalam bagian ini diuraikan realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum masyarakat, kondisi masyarakat dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).

Kajian Teoritis
Dalam bagian ini diuraikan kerangka teori pengaturan suatu masalah sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya.

BAB III
MATERI DAN RUANG LINGKUP
Pembahasan gambaran umum Materi dan Ruang Lingkup peraturan perundangan yang akan dibuat. Pada umumnya materi atau ruang lingkup peraturan perundang-undangan terdiri dari:
1. Pengaturan Asas dan Tujuan
Asas dan Tujuan peraturan perundangan yang akan dibuat berupa nilai-nilai dasar yang akan mengilhami norma pengaturan selanjutnya. Dengan demikian ruang lingkup pengaturan peraturan perundang-undangan yang akan disusun tidak terlepas dari asas dan tujuan dari peraturan perundang-undangan itu sendiri. Misalnya di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan hidup maka dipakai asas: Sustainability (keberlanjutan), Responsibility (pertanggung-jawaban) dan utility (manfaat).
2. Pengaturan Hak dan Kewajiban;
3. Pengaturan Kewenangan dan Kelembagaan;
4. Pengaturan Mekanisme;
5. Pengaturan Larangan-larangan;
6. Pengaturan Sanksi.

BAB IV: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

2.   Sebutkan dan jelaskan tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan ?

1. Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan
Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam Prolegnas yang merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional.

2. Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan
-    Rancangan Peraturan Perundang-Undangan dapat berasal dari eksekutif atau legislatif.

3. Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang.
-    Pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan oleh eksekutif bersama legislatif.
-    Rancangan Peraturan Perundang-undangan yang telah disetujui bersama oleh legislatif dan eksekutif disampaikan oleh Pimpinan legislatif kepada pimpinan eksekutif untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

4.   Pengundangan
-    Peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

5.   Penyebarluasan.
-    Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan, hingga Pengundangan Undang-Undang.
-    Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta pemangku kepentingan.

Jawaban Lain

Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan, pasal 1 point 1 menyatakan, “ Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah Pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Proses pemebentukan peraturan perundang-undangan terdiri atas tiga tahap, yaitu :

a.   Proses penyiapan rancangan Undang-Undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan dilingkungan Pemerintah atau dilingkungan Dewan Pewarwakilan Rakyat (dalam hal RUU Usul Inisiatif);
b.  Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di Dean Perwakilam Rakayat;
c.  Proses Pengesahan (oleh Presiden) dan Pengundangan (oleh Menteri Negara Sekretaris Negara atas perintah Presiden)

Jawaban Lain

a. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Dalam perencanaan diinventarisasi masalah yang ingin diselesaikan beserta latar belakang dan tujuan penyusunan peraturan perundang-undangan. Masalah yang ingin diselesaikan setelah melalui pengkajian dan penyelarasan, dituangkan dalam naskah akademik. Setelah siap dengan naskah akademik, kemudian diusulkan untuk dimasukkan ke dalam program penyusunan peraturan. Untuk undang-undang, program penyusunannya disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

b. Penyusunan
Penyusunan peraturan perundang-undangan dapat diartikan dalam 2 (dua) maksud. Pertama, penyusunan dalam arti proses, yakni proses penyampaian rancangan dari Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atau DPR/DPD setelah melalui tahap perencanaan. Proses penyusunan ini berbeda untuk undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden. Kedua, penyusunan dalam arti teknik penyusunan, yakni pengetahuan mengenai tata cara pembuatan judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, penjelasan, dan lampiran.

c. Pembahasan
Pembahasan adalah pembicaraan mengenai substansi peraturan perundang-undangan di antara pihak-pihak terkait. Untuk undang-udang, pembahasan dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Untuk peraturan di bawahnya, pembahasan dilakukan oleh instansi terkait tanpa keterlibatan DPR.

d. Pengesahan
Untuk undang-undang, rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM kepada Presiden melaui Kementerian Sekretariat Negara atau Sekretariat Kabinet.

e. Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. Tujuan pengundangan adalah agar masyarakat mengetahui isi peraturan perundang-undangan tersebut dan dapat menjadi acuan kapan suatu peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mengikat.


3.   Sebutkan dan jelaskan kapan suatu peraturan tidak di perlukannya Naskah Akademik ?

Meskipun naskah akademik hanya diwajibkan untuk undang-undang dan peraturan daerah saja, namun alangkah baiknya naskah akademik juga dibuat untuk penyusunan peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan perundang-undangan lainnya

---------------------------------------------------

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAn

SISTEMATIKA

BAB I  KERANGKA PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN
A.  JUDUL
B. PEMBUKAAN
1.   Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2.   Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3.   Konsiderans
4.   Dasar Hukum
5.   Diktum
C. BATANG TUBUH
1.   Ketentuan Umum
2.   Materi Pokok yang Diatur
3.   Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4.   Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5.   Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)




1.