Entri yang Diunggulkan

Bahan Perlindungan Konsumen

TANGGUNG JAWAB BERDASARKAN KELALAIAN Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, y...

Minggu, 06 November 2016

Catatan Hukum Persaingan Usaha



Perjanjian yang di Larang Dalam Persaingan Usaha (Pasal 4 – 16)
Makna Perjanjian dari UU Persaingan Usaha
 >Menurut Pasal 1 angka 7 UU no 5 tahun 1999
" Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis ataupun tidak tertulis "

    Perjanjian dalam teori persaingan usaha adalah dua pelaku usaha atau lebih dalam konteks strategi pasar dengan demikian esensi perjanjian adalah saling sepakatnya antar pesaing tentang tingkah laku pasar mereka baik seluruhnya maupun menyepakati tingkah laku bagian tertentu dari keseluruhan tingkah laku pasar.

    Latar belakang kesepakatan tidak menjadi penting untuk diperhatikan sebab perjanjian dalam persaingan usaha terkadang hanya didasarkan pada feeling ekonomi untuk menyamakan harga dan mengikuti pola pesaing lainnya.

1. Perjanjian Oligopoli (Pasal 4)
    Sifatnya rule of reason, Oligopoli adalah monopoli yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dimana hanya ada beberapa perusahan penjual produk yang sama, atau dengan kata lain poerjanjian untuk menguasai produksi barang dan jasa yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
       
2. Perjanjian Penetapan Harga (Pasal 5, 6, 7, 8)
    Di atur dalam pasal 5,6,7,8 UU no 5 tahun 1999 melarang perjanjian antara produsen dimana produsen menetapkan harga yang harus di bayar pembeli untuk barang atau jasa yang di perdagangkan di pasar bersangkutan yang sama dan segi faktual dan geografis, tindakan ini akan merugikan koncsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi dan jumlah barang yang tersedia lebih sedikit

PERJANJIAN INI TERDIRI DARI BEBERAMA MACAM YAITU :
    1. Perjanjian penetapan harga         ---> Pasal 5
    2. Perjanjian deskriminasi harga       ---> Pasal 6
    3. Jual rugi                                 ---> Pasal 7
    4. Penetapan harga jual kembali      ---> Pasal 8

Pasal 6
    Hal yang di larang dalam pasal ini adalah membuat perjanjian yang memberlakukan deskriminasi terhadap konsumen lainnya dengan cara memberikan cara yang berbeda-beda terhadap barang dan jasa yang sama.

Jual Rugi (Predator Fixing)
    Dari segi ekonomi adalah penetapan harga tidak wajar yaitu lebih rendah daripada biaya fariabel rata-rata penentuan biaya ini sangat sulit dilakukan dalam dunia nyata. Tujuannya untuk menghancurkan pesaingannya.

Penetapan Harga Jual Kembali
    Pelaku Usaha dilarang untuk membuat perjanjian dan pelaku usaha lainnya bahwa pihak pembeli barang atau jasa tidak akan menjual atau memasok barang di bawah harga yang telah ditetapkan bersama. Prinsipnya pembeli bebas menetapkan harga barang atau jasa yang sudah di belinya sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar.

3. Pembagian Wilayah (Pasal 9)
    Dalam perjanjian ini seharusnya pelaku usaha bersaing, tetapi dalam praktek mereka berbagi wilayah pemasaran. Pembagian wilayah pemasaran adalah untuk menghindari atau mengurangi persaingan yang biasa diambil oleh pelaku usaha bersaing dalam 1 bidang usaha sehingga suatu pasar dapat dikuasai secara ekslusif oleh masing-masing pelaku usaha.

Pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar adalah :
1. Membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang atau jasa
2. Menetapkan dari siapa saja yang dapat memperoleh atau memasok barang atau jasa
Sifatnya : Rule of reason sehingga harus di buktikan
contoh   : Semen luar tidak boleh masuk ke Aceh sebelum Tsunami

4. Perjanjian Pemboikotan (Pasal 10)
    Sifatnya perse dan rule of reason, Perjanjian ini dilakukan oleh beberapa pelaku usaha untuk menghalangi : 
-Masuknya pelaku usaha baru
-Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain dalam menjual dan membeli setiap barang

5. Kartel (Pasal 11)
    Dilarang membuat perjanjian untuk menentukan harga dengan cara pembatas produksi, perjanjian Kartel merupakan salah satu perjanjian yang sering terjadi dalam praktek. Kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya dengan kata lain adalah kerjasama dari produsen produk tertentu yang bertujuan untuk menguasai peroduksi penjualan dan harga serta untuk melakukan praktek monopoli terhadap komunitas atau industri tertentu.
contoh   : Keputusan KPPU UU no 11 tahun 2011 , beberapa perusahaan semen sepakat untuk mengurangi produksi selama 2 bulan kartel tidak hanya pada persaingan bisnis biasa, namu juga pada narkoba.

6. Trust (Pasal 12)
    Sifatnya rule of reason, merupakan kombinasi dari beberapa perusahaan atau industrialis untuk menciptakan suatu monopoli dengan jalan menetapkan harga, memiliki kontroling stock. Jadi dalam hal ini trust disamakan dengan kartel atau perjanjian kerjasama diantara pelaku usaha dengan cara menggabungkan diri menjadi perusaaan yang lebih besar tetapi eksistensi perusahaan masing-masing tetap ada.
Contoh : 2 pelaku usaha bersaingan (yang bersaing A dan B) menyatakan penggabungan perusahaan mereka tetapi seharusnya A dan B tetap dikelola sebagai 2 perusahaan tersendiri. Misal, kartu kredit visa dan master yang di gabung adalah usahanya bukan perusahaannya trust bersifat rule of reason karena sulit di buktikan.

7. Oligopsoni (Pasal 13)
     Bersifat rule of reason, perjanjian untuk menguasai penerimaan pasokan barang atau jasa dalam suatu pasar oleh 2 - 3 pelaku usaha atau 2 - 3 kelompok pelaku usaha atau 2 - 3 kelompok pelaku usaha tertentu.
Contoh : Perusahaan Mie A,B dan C bersama - sama berjani untuk menyerap 75% pasukan terigu nasional

8. Interasi Vertikal (Pasal 14)
    Bersifat rule of reason, adalah perjanjian diantara perusahaan – perusahaan yang berada dalam 1 rangkaian tenjang produksi barang tertentu namun semuanya berada dalam 1 kontrol untuk secara bersama - sama memenangkan suatu persaingan secara tidak sehat.

contoh : 1 Perusahaan di hulu mengakuisisi perusahaan di hilirinya, Menyebabkan terjadinya posisi domninan yang kemudian di salah gunakan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat.
Misalnya : Bogasari mengakuisisi mie

PERJANJIAN TERTUTUP (Pasal 15)
    Bersifat perse, pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain, Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan pelaku usahanya tiodak memberi akses memperoleh pasokan yang sama atau barang itu tidak di jual kepada pihak tertentu.
Contoh : Perjanjian antara produsen terigu A dan produsen terigu B bahwa jenis terigu yang di jual kepada B tidak boleh di jual kepada pelaku usaha lain.

    Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengkondisikan bahwa pemasok dari suatu produk akan menjual produknya hanya jika pembeli tidak akan membeli produk pesaingnya atau untuk memastikan bahwa seluruh produk tidak akan mengkondisikan bahwa penjual atau pemasok produk tidak akan dijual atau memasok produknya kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu.

Kegiatan yang di Larang (Pasal 17)

1. Monopoli
        Bersifat rule of reason,  Monopoli adalah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau badan untuk menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan atau jasa di pasaran) yang ditujukan kepada para pelanggannya.

2. Monopsoni
    Bersifat rule of reason, Kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan atau jasa dalam suatu pasar oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha tertentu.
contoh : Perusahaan Mie A sendirian telah menyerap 50% produksi terigu yang ada di suatu pasar.

3. Pernguasaan Pasar (Pasal 19)
    Bersifat rule of reason, ada beberapa kegiatan yang termasuk dalam kegiatan ini:
1. Menolak atau menghalangi masuknya pelaku usaha baru
2. Menghalangi konsumen berhubungan dengan pelaku usaha baru
3. Membatasi peredaran penjualan barang atau jasa pelaku usaha lain
4. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha lain
5. Menjual rugi atau banting harga

4. Persekongkolan (Pasal 22, 23, 24)
    Bersifat perse dan rule of reason, Kegiatan (Konspirasi) dalam rangka memenangkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dalam bentuk :
- persekongkolan untuk memenangkan tender
- persekongkolan untuk mencuri rahasia perusahaan persaingan
- persekongkolan merusak kualitas atau citra produk saingan


Contoh : Pelaku usaha berskongkol dengan pimpinan peroyek agar di menangkan dalam tender atau pelaku usaha yang satu di bayar oleh pelaku usaha yang lain untuk sengaja mengalah dalam tender.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar