Berdasarkan Keputusan Presiden
RI Nomor 97 Tahun 1999
daerah hukum
Pengadilan Niaga meliputi:
a. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar, meliputi
wilayah Propinsi:
- Sulawesi Selatan;
- Sulawesi Tenggara;
- Sulawesi Tengah;
- Sulawesi Utara;
- Maluku; dan
- Irian Jaya.
b. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, meliputi
wilayah Propinsi:
- Jawa Timur;
- Kalimantan Selatan;
- Kalimantan Tengah;
- Kalimantan Timur;
- Bali;
- Nusa Tenggara Barat; dan
- Nusa Tenggara Timur.
c. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, meliputi
wilayah Propinsi:
- Jawa Tengah; dan
- Daerah Istimewa Yogyakarta.
d. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
meliputi wilayah Propinsi:
- Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
- Jawa Barat;
- Sumatera Selatan;
- Lampung; dan
- Kalimantan Barat.
e. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, meliputi
wilayah Propinsi:
- Sumatera Utara;
- Riau;
- Sumatera Barat;
- Bengkulu;
- Jambi; dan
- Daerah Istimewa Aceh.
A. Akibat Kepailitan Secara
Umum
1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur
pailit
Dengan dijatuhkannya
putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur demi hukum
kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan
pengurusan harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak
tanggalkepailitan itu. Kepailitan mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur
serta segalasesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum
sejak saatputusan pernyataan pailit di ucapkan, kecuali :
a. Benda
termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan,
pekerjaannya perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, yang terdapat ditempat itu yang diatur dalam Pasal 22a UU No.37
Tahun 2004.
b. Segala
sesuatu yang diperoleh debitur dari perkerjaannya sendiri sebagai penggajian
dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu tunjangan, sejauh
yang ditentukan oleh Hakim Pengawas. yang diatur dalam Pasal 22 b UU No.37
Tahun 2004.
c. Atau uang yang
diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberikan nafkah
menurut Undang-Undang. yang diatur dalam Pasal 22 c UU No.37 Tahun 2004.
2. Akibat kepailitan bagi pasangan suami isteri
Debitur pailit yang
pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan yang sah dan
adanya persatuan harta, kepailitannya juga dapat memberikan akibat hukum
terhadap pasangan (suami istri). Pasal 23 UUK menentukan bahwa apabila
seseorang dinyatakan pailit, maka yang pailit tersebut termasuk juga istri atau
suaminya yang kawin atas dasar persatuan harta. Ketentuan pasal ini membawa
konsekuensi yang cukup berat terhadap harta kekayaan suami istri yang kawin
dalam persatuan harta. Artinya bahwa seluruh harta istri atau suami yang
termasuk dalam persatuan harta perkawinan juga terkena sita kepailitan dan
otomatis masuk dalam boedel pailit.
3. Akibat kepailita terhadap seluruh perikatan yang
dibuat oleh debitur pailit
Semua perikatan
debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat
membayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta
pailit (Pasal 26 UUK). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut
harta pailit harus diajukan oleh atau Kurator. Dalam hal tuntutan tersebut
diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila
tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit,
penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal
26 Undang-undang Kepailitan).
Kurator, tetapi masih terdapat
pihak-pihak lain yang terlibat adalah Hakim Pengawas, kurator dan panitia
kreditor.
4. Akibat kepailitan terhadap seluruh
perbuatan hukum debitur sebelum pernyataan pailit
Dalam Pasal 41 ayat
(1) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit,
segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang merugikan
kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan, dapat dimintai pembatalan oleh kreditor kepada pengadilan.
Kemudian Pasal 42 UU Kepailitan
diberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum debitur tersebut antara
lain :
a. Bahwa
perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 Tahun sebelum putusan
pernyataan pailit.
b. Bahwa
perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
c. Bahwa
debitur dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukandianggap mengetahui
atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian
bagi kreditor.
d. Bahwa
perbuatan hukum itu dapat berupa :
1)
Merupakan perjanjian
dimana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian
itu dibuat.
2)
Merupakan pembayaran
atas atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan atau belum
atau tidak dapat ditagih.
3)
Merupakan perbuatan hukum
yang dilakukan oleh debitur perorangan.
4)
Merupakan perbuatan
hukum yang dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum.
5)
Dilakukan oleh
Debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam
satu grup dimana debitur adalah anggotanya.
B. Akibat Kepailitan Secara Khusus
1. Akibat kepailitan terhadap perjanjian timbale balik
Menurut
Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari Bahasa Belanda ke dalam Bahasa
Indonesia, yang artinya "Perjanjian" pasal 1313 KUH Perdata
memberikan definisi perjanjian, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan
tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu
ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur)
dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi (kreditur).
Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri atas satu atau lebih orang, bahkan
dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri atas satu
atau lebih badan hukum.
Pasal 1314 KUH Perdata berbunyi :
1)
Suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma
atau atas beban.
2)
Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihakyang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
3)
Suatuperjanjian atasbeban,adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
.
2. Akibat kepailitan terhadap barang jenis jaminan
a.Perjanjian Hibah
Hibah diatur dalambab ke 10 mulai dari passal 1666-1693 KUH perdata.
Pasal1666 KUH Perdata mendefinisikanhibah sebagai berikut.“Hibah adalah suatu
perjanjian dengan mana si
penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan
si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Dari Pasal tersebut, dapat diketahui
bahwa hibah yang dilakukan oleh debitur
(pailit) yang akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, maka hibah semacam
itudapatdimintai pembatalan olehKurator kepada pengadilan. Untuk melakukan
pembatalan perjanjian hibah
tersebut, perlu dibuktikan terlebih dahulu bahwa debitur mengetahuiatau patut mengetahui perjanjian tersebut mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
Untukmelakukan pembatalan perjanjian(hibah) diperlukan suatulembagaperlindungan hakkreditor dari perbuatan debitor pailit yang merugikan para kreditor.
b.Perjanjian
sewa-menyewa
Perjanjian sewa-menyewa diatur dalam
Bab ke 7 mulai dari Pasal 1548 s.d
Pasal 1600 KUH Perdata. Pasal 1548 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian,
sewa- menyewa sebagai berikut
“sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya kenikmatan
dari sesuatu barang,selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaransesuatu harga,yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi
pembayarannya, semua jenis barang,
baik barang bergerak maupun
barang yang tidak dapat disewakan.
Dalam
3.Akibat Kepailitan Terhadap Hak
Jaminan dan Hak Istimewa
Pada saat ini, sistem hukum jaminan Indonesia mengenal 4 (empat)macam jaminan,
antara lain :
a. Hipotik
b. Gadai
c. Hak tanggungan
d. Fidusia
Pihak-pihak
yang memegang hak atas jaminan gadai, hipotek,
hak tanggungan, atau fidusia berkedudukan sebagai kreditor separatis. Selain kreditor
separatis,dalam KUHPerdata juga dikenal dengannama kreditor konkuren dankreditor
preferen. Kreditor preferen adalah kreditor yang mendapatkan pelunasan terlebih dahulusemata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Untuk mengetahui siapa saja yangberkedudukan sebagai kreditor preferen dapat dilihat dalam Pasal 1133, 1134, 1139
dan 1149 KUH Perdata
C. Akibat Kepailitan Terhadap
Kewenangan Berbuat Debitur Pailit Dalam Bidang Hukum Kekayaan
Setelah keputusan pernyataan pailit, debitur dalam batas batas tertentu masih dapat melakukan perbuatan hukum
kekayaan sepanjang perbuatan tersebut akan mendatangkan
keuntungan bagi harta pailit. Sebaliknya apabilaperbuatan
hukum tersebut akan merugikan
harta pailit Kurator dapat
dimintapembatalan atas perbuatan hukum
yang dilakukan oleh debitur pailit. Pembatalantersebut bersifat relatif, artinya
hal itu hanya dapat digunakan untuk kepentinganharta pailit sebagaimana
diatur dalam Pasal
41 UU No.37 Tahun 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar